Hidup Socrates, Sophis dan Kematiannya
Sophis
Di pertengahan abad ke-5 SM, aliran filosofis baru muncul, yang disebut orang Sophisme atau Sophistik. Kata Sophis berarti orang yang berpengetahuan luas. Untuk semua orang yang pandai mengubah lidah, pandai bermain dan karakter, Sophis akan menjadi identitas. Corak pemikiran memiliki karakteristik yang mirip dengan filsuf alam, yaitu kritik terhadap mitos tradisional.
Socrates
“Saya hanya tahu satu hal, yaitu, saya tidak tahu apa-apa”.
Meski begitu, ia adalah seorang
filsuf yang memiliki pengaruh besar pada pemikiran Eropa. Dia menghabiskan
sebagian besar hidupnya berbicara dengan orang-orang yang dikenalnya di sana di
alun-alun dan pameran.
“Pohon-pohon di negara itu tidak cukup mengajarkan padaku”
Jika bertanya kepada murid-murid dan teman-temannya tentang socrates, jawabannya adalah dia orang yang adil, sopan santunnya bukan buatan, dan hidupnya sangat sederhana. Dia baik kepada semua orang. Socrates bersosial dengan semua kalangan; orang, tua dan muda, miskin dan kaya. Ajaran filosofisnya tidak pernah ditulis, tetapi diwujudkan melalui tindakan.
Metode Diskusi Socrates
Dalam setiap diskusi, Socrates
selalu bersikap seolah-olah dia tidak tahu apa-apa, jadi dia memulai diskusi
dengan pertanyaan lain. Pertanyaannya seperti orang naik tangga, dari pertanyaan
mudah hingga pertanyaan sulit. Dan Ia selalu memberi kesan belajar.
Socrates, anak dari ibu bidan,
sering mengatakan bahwa pengetahuannya seperti ilmu bidan. Dia bukan orang yang
melahirkan anak, tetapi dia membantu selama persalinan. Bahkan bagi Socrates,
tugasnya adalah membantu orang "memberikan" wawasan nyata, karena
pemahaman sejati harus datang dari dalam diri.
Puncaknya, mereka yang “berpikir” mengetahui harus mempertanggungjawabkan pengetahuan mereka. Tujuan Socrates dalam diskusi adalah untuk mengajar orang mencari kebenaran. Sikapnya merupakan respons terhadap Sophisme yang berlaku
Sosio Filsafat Socrates
Dia tinggal sejaman dengan para Sophis.
Dia tidak pernah berpikir dia pintar dan bijaksana seperti para Sophis.
Socrates menyebut dirinya filsuf sejati. Istilah filsuf berarti "yang
mencintai kebijaksanaan".
Kaum Sophis menghasilkan uang karena
penjelasan mereka yang rumit karena merasa punya semua pengetahuan, dan Sophis
ini telah ada sejak zaman prasejarah. Sedangkan Filsuf, sadar yang dia benar
sangat sedikit hingga dia gelisah karena dia tidak mengerti.
Bertanya adalah cara memperoleh
pengetahuan sejati menurut Socrates. Sampai akibatnya dia dihukum mati karna
itu. Orang yang paling subversif ialah yang senantiasa bertanya. Memberi jawaban
tidaklah seperti itu membahayakannya. Mengajukan satu pertanyaan bisa lebih
memancing ledakan dibandingkan seribu jawaban.
Disebutkan bahwa seorang penduduk
Athena pernah bertanya terhadap seorang peramal di Delphi siapakah manusia
paling bijak di Athena. Peramal mengatakan Socrates yakni manusia paling bijak.
Socrates kaget mendengar hal ini. Ia segera pergi mendatangi seseorang yang di
anggap bijak olehnya dan orang orang lainnya. Tetapi ketika orang ini tak
sanggup memberi jawaban yang memuaskan atas pertanyaannya, dia sadar bahwa
peramal itu benar.
Socrates berpendapat sangat penting membangun pondasi yang kuat demi kebenaran pengetahuan. Ia yakin bahwa landasan ini adalah logika manusia. Dengan prinsip yang kuat pada nalar / logika manusia, dapat dikatakan bahwa ia adalah rasionalis.
Suara Kebenaran dan Kebencian Kaum
Sophis
Ia senantiasa mengatakan bahwa ia
menaruh “suara kebenaran” dalam dirinya. Socrates memprotes perbuatan sanksi
mati pada orang. Ia juga menolak memberi info terhadap musuh politiknya.
Ketika kaum Sophis mengobralkan
“ilmu” di pasar, ia mentangnya dengan metode menimba ilmu. Setiap jawaban akan
di susul dengan pertanyaan baru. Pertanyaan itu berlanjut hingga mereka
terdesak, dan hasilnya para Sophis tidak mampu lagi menjawab dan mengaku “dia
tidak tahu”. Pada akhir diskusi, Socrates berkata “Demikianlah adanya, kita
kedua-duanya sama-sama tidak tahu”.
Dengan keberanian dan kejujurannya,
Socrates memperoleh banyak kawan. Disamping itu, Socrates juga mempunyai banyak
musuh, khususnya dari para Sophis dan pengikut-pengikutnya yang berpolitik.
Pada akhirnya Socrates diajukan ke pengadilan rakyat dengan dua ragam tuduhan.
Tuduhan pertama ialah dia menghapus dewa yang diakui oleh negara dan mengganti
dengan dewa baru. Tuduhan kedua adalah dia menyesatkan dan merusak para pemuda.
Sudah terlihat dengan jelas bahwa ia
akan disalahkan dan dihukum karena susunan pada pengadilan rakyat adalah
orang-orang yang membencinya. Menghadapi tuduhan tersebut, Socrates dengan
tegas mengatakan bahwa dia tak bersalah, justru memiliki jasa pada pemuda dan
masyarakat Athena sehingga selayaknya dia memperoleh penghargaan.
Mayoritas juri mengungkapkan bersalah. Namun jika dia mengakui tuduhan tersebut, besar kemungkinan ia bisa mengajukan kelonggaran. Tapi karena dia cinta kebijaksanaan dan memiliki hati yang teguh, dia menolak bujukan kawan-kawannya agar lari dan pergi ke kota lain, ke Megara. Socrates, yang senantiasa tunduk terhadap undang-undang, tak ingin membangkang ketika dia akan meninggal. Kematiannya juga memberikan teladan, alangkah seorang filosof loyal terhadap keyakinannya. Socrates tidak ada di dunia, namun karyanya hidup untuk selama-lamanya.
Plato Menggambarkan Momen Terakhir Socrates di Phaidon sebagai berikut:
“Engkau semuanya hendaklah tabah,
dan ingatlah bahwa cuma badanku yang akan engkau tanam”. Sesudah mengungkapkan
kata ini, berdirilah dia dan pergi ke kamar mandi dengan Crito, dan meminta
kami menunggu. Kami menunggu sambil berbincang dan memikirkan duka besar yang
menimpa hati kami. Kami seolah-olah kehilangan bapak dan menjadi piatu. Sesudah
dia kembali, duduklah dia bersama-sama dengan kami, tapi percakapan kami tidak
banyak. Tak lama setelah itu sipir datang sambil berkata ”Wahai, Socrates, saya
tahu engakulah yang termulia dan yang terbaik hatinya dari seluruh orang yang
pernah datang kemari, saya tidak ingin engkau memiliki perasaan benci padaku, saya
melaksanakan instruksi atasan, dan mereka minta kau meminum racun. Sebenarnya saya
percaya engkau tidak murka padaku, karena seperti kamu tahu orang lain, bukan
saya yang bersalah. Selamat jalan, hadapilah yang tidak bisa dielakkan ini
dengan hati yang tenang. Inilah pesanku”. Setelah itu, sambil menangis
tersedu-sedu dia berbalik dan pergi.
Socrates memandangnya dan berkata ”Engkau
juga, selamat tinggal. Akan kukerjakan apa yang kamu pinta”. Sambil menoleh
terhadap kami dia berkata : “Betapa bagusnya orang itu. Selama saya dalam
penjara, dia senantiasa datang padaku dan lihatlah betapa dia menangisi saya,
Namun kita kini seharusnya bertindak seperti yang dikatakannya, Crito. Bawalah
kemari gelas yang berisi racun bila telah diseduh, seandainya belum suruhlah
pelayan membuatnya”.
“Socrates, sang surya masih di atas
puncak bukit, engkau tidak perlu terburu-buru, masih ada waktu.” Kata Crito
“Ya, Crito, yang kamu ucap itu benar
kalau berperilaku seperti itu. Akan tapi saya benar juga jikalau saya tak
bertindak seperti itu, karena menurut pertimbanganku tidak akan beruntung
seandainya ku tangguhkan meminum racun itu. Karena itu hanya membendung
kehidupan yang akan sirna dan itu akan mencemoohkan diriku sendiri. Lakukan
seperti yang kukatakan dan jangan menolak”. Jawab Socrates
Mendengar itu, Crito memberi isyarat
terhadap pelayan penjara itu. Ia pergi dengan waktu yang cukup lama dan kembali
bersama seseorang yang membawa sebuah gelas minum berisi racun. Socrates bertanya
pada petugas tersebut perihal yang mesti dilakukannya. Dan orang tersebut menjawab
bahwa racun akan bekerja apabila kedua kaki telah lelah, maka dia menyarankan untuk
berjalan bolak-balik hingga kedua kaki lemah, lalu berbaring. Gelas itu segera
diberikan pada Socrates, ia menerima dengan tenang, dengan wajah yang tanpa
beban. Bahkan tak sedikitpun dia gemetar. Sambil memperhatikan orang itu, dia
bertanya pada petugas tentang boleh atau tidak menumpahkan sedikit isi gelas
sebagai pujaan terhadap seorang dewa. Namun orang itu menjawab “kami hanya membuat
secukupnya”. Socrates berdoa pada dewa tanpa menumpahkan isi gelas agar
diberikan keselamatan pergi ke dunia lain. Setelah itu, diminumnya isinya
dengan khusyuk dan bahagia hingga habis.
Kebanyakan dari kami tidak bisa membendung
kesedihan hati. Tatkala kami memperhatikan dia minum hingga kosong isi gelas
itu, kami tidak bisa lagi merajai diri kami. Air mataku jatuh berderai,
sehingga kututup mukaku dan menangis tersedu-sedu, sebab, bukan ia yang
kutangisi, tetapi saya memikirkan nasibku yang malang, yang kehilangan teman
sepertinya. Saya bukan yang pertama menangis, Crito orang pertama yang tidak
mampu membendung air matanya, dan ia pergi lebih dulu, dan saya juga pergi
setelahnya. Terdengar suara tangisan yang dalam di luar, Socrates dengan tenang
dan teguh berkata “Apakah itu semuanya?” katanya. “Saya sengaja menyuruh kaum
wanita pergi dari sini agar mereka tidak menyusahkan saya, karena berdasarkan
cerita yang kudengar seseorang sepatutnya meninggal dengan hening. Karena itu
diamlah dan sabarlah”.
Ketika kami mendengar itu, kami
merasa malu dan membendung air mata kami. Dia berjalan mondar-mandir hingga kakinya
tak berdaya. Lalu dia tidur melentang seperti yang dijelaskan kepadanya. Orang
yang memberikan gelas berisi racun itu mencubit kaki Socrates dengan keras dan
menanyakan apakah terasa olehnya. Socrates menjawab “tak”. Setelah itu dia merasa
bahwa kaki itu mulai dingin dan tegang. Kemudian Socrates sendiri berkata : “Jika
racun itu sampai ke ujung jantung sampailah ajalku”.
Tatkala tubuh bagian telah dingin,
diangkatnya sejenak kain yang menutupi mukanya dan berkata “Ini lah katanya kematian”,
“Crito, saya memiliki hutang ayam pada Aesculaap, jangan lupa membayarnya
kembali”. “Utang itu akan dibayar”, kata Crito, “adakah pesan yang lain?” Tak
ada jawabnya. Tak lama setelah itu kami dengar orang datang dan pelayan penjara
mengangkatkan kain yang menutupi muka Socrates. Matanya terbuka dengan tiada bersinar
lagi dan Crito menutupkan mulutnya dan matanya.
Inikah penghabisan hidup kawan kami, yang benar-benar bisa kusebut orang yang paling bijak, paling adil dan terbaik di antara semua orang yang ku ketahui hingga kini”.
Kematian Socrates, Lukisan Oleh Jacques-Louis David |